Skip to content

Laporan TIP 2022

TIP 2022: INDONESIA (Daftar Pengawasan Tingkat 2)

 

Disusun agar lebih mudah dibaca

Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), tetapi sedang membuat upaya yang signifikan untuk memenuhinya.

Upaya-upaya tersebut diantaranya:

  • Mendukung repatriasi Pekerja Migran Indonesia yang sebagian dieksploitasi dalam praktik perdagangan manusia di luar negeri
  • Merujuk sebagian korban TPPO ke layanan sosial
  • Melaksanakan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) 2017
  • Menyepakati Nota Kesepahaman (MOU) dengan Malaysia mengenai perlindungan pekerja, dan meningkatkan anggaran untuk layanan perlindungan korban dan saksi.

Namun, pemerintah belum secara keseluruhan menunjukkan peningkatan upaya dibandingkan periode pelaporan sebelumnya, bahkan saat mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19 terhadap kapasitas pemberantasan perdagangan orang yang tersedia.

  • Jumlah penyidikan kasus TPPO mengalami penurunan selama 5 tahun berturut-turut dan pemberian putusan juga menurun selama 4 tahun berturut-turut.
  • Keterlibatan aparat dalam kejahatan perdagangan manusia tetap menjadi perhatian, namun pemerintah tidak mengambil langkah untuk menanganinya.
  • Kurangnya prosedur yang kuat dan sistematis senantiasa menghambat identifikasi korban, terutama korban laki-laki, yang proaktif secara menyeluruh sementara layanan perlindungan pemerintah masih belum memadai karena tidak secara khusus memenuhi kebutuhan korban perdagangan orang.
  • Meskipun pemerintah telah menindak, sejumlah kasus kerja paksa dalam industri perikanan dan Pekerja Migran Indonesian (PMI) di luar negeri, pemerintah tidak sepenuhnya memprioritaskan  penempatan pegawai atau anggaran untuk secara efektif mengawasi sektor-sektor yang telah lama memiliki masalah perdagangan manusia.
  • Koordinasi antara Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (Gugus Tugas TPPO) tingkat nasional dan mitra-mitranya tingkat provinsi dan daerah tidak cukup memadai dalam menerjemahkan kebijakan pemerintah pusat yang akan diimplementasikan di seluruh Indonesia.
  • Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) tahun 2007 tidak konsisten dengan hukum internasional karena masih memuat syarat pembuktian kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk membenarkan kejahatan perdagangan seks anak.

Oleh karena itu, peringkat Indonesia diturunkan ke Daftar Pengawasan Tingkat 2.

REKOMENDASI YANG DIPRIORITASKAN:

  • Meningkatkan upaya yang lebih baik dalam menyidik, menuntut, dan menghukum pelaku perdagangan orang berdasarkan UU PTPPO tahun 2007, termasuk keterlibatan pejabat-pejabat yang mengabaikan, memfasilitasi, atau ikut serta dalam kejahatan perdagangan orang.
  • Mengamandemen UU PTTPO tahun 2007 untuk menghapus ketentuan yang mensyaratkan pembuktian kekerasan, penipuan, atau paksaan yang membenarkan perdagangan seks anak.
  • Mengembangkan, menyelesaikan, menyebarluaskan, dan melatih seluruh pejabat terkait, termasuk penegak hukum, staff Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Ketenagakerjaan, tentang standar operasional prosedur(SOP) yang komprehensif guna mengidentifikasi korban secara proaktif.
  • Menerapkan peraturan pelaksanaUU PPMI tahun 2017.
  • Meningkatkan sumber daya dan secara proaktif memberikan layanan komprehensif kepada semua korban, termasuk korban laki-laki, menggunakan pendekatan yang berpusat pada korban dan penanganan trauma.
  • Memberi kebebasan bergerak kepada korban yang berada di rumah perlindungan milik pemerintah.
  • Meningkatkan upaya yang efektif untuk mengawasi agen-agen perekrutan tenaga kerja, termasuk pada sektor perikanan, dan menindak  badan-badan usaha yang terbukti melakukan tindakan ilegal dan berkontribusi pada praktik kerja paksa terhadap pekerja migran, termasuk membebankan biaya penempatan, praktik penipuan perekrutan, pengalihan kontrak, dan pemalsuan dokumen.
  • Melembagakan dan secara teratur memberikan pelatihan pemberantasan TPPO kepada para hakim, jaksa, polisi, dan pekerja sosial.
  • Mengembangkan dan melaksanakan orientasi dan pelatihan wajib  bagi anak buah kapal (ABK) perikanan Indonesia dan ABK perikanan migran secara terpisah sebelum keberangkatan dan setelah kedatangan guna menyampaikan informasi hak-hak pekerja dan keselamatan di laut, serta memastikan bahwa biaya orientasi dan pelatihan ini ditanggung oleh pemberi kerja.
  • Meningkatkan sumber daya Gugus Tugas PP TPPO dan meningkatkan koordinasidengan seluruh kementerian.
  • Merampungkan dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional pemberantasan TPPO.
  • Membentuk sistem pengumpulan data untuk menelusuri upaya-upaya pemberantasan TPPO di seluruh tingkat penegakan hukum.
  • Meningkatkan kesadaran para pemimpin desa akan tren dan kerentanan TPPO.
  • Menciptakan protokol nasional yang menjelaskan wewenang untuk memperkarakan kasus-kasus perdagangan orang di luar provinsi asal korban.

PENUNTUTAN

Upaya pemerintah dalam penegakan hukum mengalami penurunan.

UU PTPPO tahun 2007 mengkriminalisasi segala bentuk perdagangan tenaga kerja dan beberapa bentuk perdagangan seks dengan ancaman hukuman 3-15 tahun penjara. Sehubungan dengan kasus perdagangan seks,  hukuman  dinilai cukup memberatkan dan sepadan dengan hukuman yang ditetapkan untuk kejahatan serius lainnya, seperti pemerkosaan.

UU PTPPO tahun 2007 tidak konsisten dengan hukum internasional karena masih mensyaratkan pembuktian kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk menghukum kejahatan perdagangan seks anak sehingga tidak semua bentuk perdagangan seks anak dapat dijerat dengan undang-undang ini. Namun, para pejabat peradilan di tingkat nasional dan provinsi terus menegaskan bahwa undang-undang ini secara implisit menetapkan bahwa kekerasan, penipuan, atau paksaan itu tidak disyaratkan untuk memperkarakan kasus perdagangan seks anak, sehingga hal ini tidak menghalangi keberhasilan penuntutan dan pemberian putusan pada kasus-kasus perdagangan seks anak. Namun demikian, pengamat terus mencatat bahwa rendahnya kesadaran pejabat-pejabat penegak hukum dan peradilan daerah akan kejahatan perdagangan orang dan undang-undang yang terkait telah menghambat deteksi kasus dan perkembangan penuntutan.

Koordinasi yang tidak efektif antar lembaga pemerintah di seluruh Indonesia menghambat kemampuan pemerintah untuk menyelidiki, menuntut, dan menghukum pelaku perdagangan orang serta mengumpulkan data yang komprehensif tentang upaya-upaya ini, terutama ketika kasus-kasus tersebut melibatkan beberapa wilayah yurisdiksi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di Jakarta – yang bertanggung jawab untuk menginvestigasi kasus-kasus kriminal antar wilayah yurisdiksi – tidak memiliki mekanisme atau pusat data untuk melacak data penyidikan, penuntutan, putusan, dan hukuman kasus-kasus perdagangan orang di semua tingkat pemerintahan; oleh karena itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, data penegakan hukum kurang lengkap.

Bareskrim Polri melaporkan telah menginvestigasi total 24 kasus perdagangan orang sepanjang tahun 2021 – 8 kasus perdagangan seks dan 16 kasus perdagangan tenaga kerja yang melibatkan pekerja migran – berdasarkan UU PTPPO. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan 38 penyidikan yang dimulai pada periode pelaporan sebelumnya.

Pemerintah menuntut 167 dugaan kasus perdagangan orang berdasarkan UU PTPPO dan menghukum 178 pelaku pada 2021 yang menunjukkan penurunan dari 259 pelaku yang dihukum pada 2020. Salah satunya adalah kasus tenaga kerja paksa yang melibatkan 12 ABK perikanan Indonesia di sebuah kapal penangkap ikan berbendera Republik Rakyat China  (RRC); pemerintah menghukum 5 pelaku perdagangan orang  masing-masing hingga 3,5 tahun penjara  berdasarkan UU PTTPO pada April 2021.

Pemerintah tidak melaporkan penyelidikan, penuntutan, atau putusan terhadap pejabat pemerintah yang terlibat dalam tindak kejahatan perdagangan orang; namun, korupsi dan keterlibatan aparat dalam kejahatan perdagangan yang menghambat tindakan penegakan hukum selama tahun 2021 tetap menjadi perhatian.

Polri melaporkan telah menyelidiki kasus yang terjadi pada tahun 2019 melibatkan seorang   pejabat ketenagakerjaan pemerintah  Indonesia di Singapura yang diduga menerima suap dari perusahaan asuransi pekerja migran untuk memberi wewenang kepada perusahaan-perusahaan untuk mempekerjakan PMI secara ilegal. Meskipun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memindahkan pejabat  tersebut dari posisinya di Singapura, dia masih bekerja di Kemnaker hingga akhir periode pelaporan, dan Polri tidak mempidanakan kasus ini.

Masyarakat sipil menduga sebagian aparat penegak hukum dan politisi mengorganisir penggrebegan tempat-tempat hiburan untuk memaksa meminta uang suap dari pekerja seks komersial dewasa yang kemungkinan di antara mereka merupakan korban-korban perdagangan seks.

Pejabat-pejabat korup dilaporkan terus memfasilitasi

  • Penerbitan dokumen palsu,
  • Menerima suap yang memungkinkan calo mengangkut pekerja migran tanpa dokumen melintasi perbatasan,
  • Melindungi tempat-tempat terjadinya perdagangan seks,
  • Terlibat dalam intimidasi saksi, dan secara sengaja melemahkan praktik pengawasan agar agen-agen perekrutan ini terhindar dari tanggung jawab.

Pemerintah melalui Kejagung, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan beberapa pejabat pemerintah daerah di provinsi Sumatera Utara, memberikan pelatihan pemberantasan perdagangan orang kepada para pegawai daerah pada tahun 2021, tetapi pelatihan ini tidak  menjangkau seluruh pegawai peradilan, penegak hukum, dan otoritas terkait lainnya. Bareskrim Polri menerima anggaran sebesar 298 juta rupiah (20.990 dolar AS) yang ditujukan untuk kegiatan investigasi kasus-kasus perdagangan orang secara nasional pada tahun 2021.

PERLINDUNGAN

Upaya-upaya perlindungan pemerintah masih kurang memadai.

Pemerintah tidak sepenuhnya mengumpulkan data komprehensif tentang jumlah korban yang teridentifikasi. Beberapa lembaga pemerintah telah menggunakan SOP yang komprehensif atau sistematis untuk mengidentifikasi atau secara proaktif merujuk korban   ke layanan-layanan perlindungan. Pengamat menyatakan keprihatinan bahwa kurangnya SOP dan infrastruktur TPPO milik pemerintah yang berada di bawah lingkup kepolisian tingkat daerah dan badan perlindungan yang berfokus pada perempuan dan anak,  telah menghambat identifikasi korban secara keseluruhan, khususnya korban laki-laki dan korban yang berasal dari daerah terpencil. Pemerintah memberlakukan peraturan  No. 8/2021 tentang SOP Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang pada bulan Oktober 2021, tetapi pemerintah belum sepenuhnya menerapkan peraturan ini selama periode pelaporan. Pemerintah tidak melaporkan contoh kasus spesifik tentang pihak berwenang yang menangkap, menahan, mendenda, atau menghukum korban perdagangan orang yang terpaksa melakukan kejahatan karena diperintahkan oleh para pelaku. Namun, prosedur identifikasi formal yang kurang memadai dapat memungkinkan pihak berwenang menangkap atau mendeportasi beberapa korban perdagangan manusia yang tidak teridentifikasi, terutama di kalangan kelompok yang rentan.

Instansi-instansi pemerintah yang berbeda terkadang melaporkan statistik mereka sendiri yang menyebabkan data keseluruhan tidak dapat dibandingkan dengan data yang dilaporkan pada tahun-tahun sebelumnya, dan terdapat kemungkinan terjadinya penghitungan jumlah korban secara ganda karena mereka juga terhubung dengan berbagai lembaga pemerintah lainnya. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 252 rujukan korban perdagangan orang dari kementerian/lembaga pemerintah dan LSM pada tahun 2021 dan memberikan layanan rumah perlindungan dan perlindungan keamanan kepada para korban. Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) juga menerima 1.082 rujukan korban dari beberapa kementerian, LSM, dan organisasi internasional. Kemensos merujuk 555 korban ini ke balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah dan selebihnya ke LSM guna mendapatkan bantuan. Rujukan korban yang dilaporkan oleh LPSK dan Kemensos kemungkinan mencerminkan beberapa korban yang dihitung ganda.

Selama dua tahun berturut-turut, Komisi Nasional Perlindungan Anak RI tidak melaporkan jumlah identifikasi kasus perdagangan anak pada tahun 2021. Namun, menurut laporan sejumlah LSM dan pemerintah terdahulu mengindikasikan kejahatan perdagangan seks anak  masih berlangsung dan diperkirakan jumlah korbannya mencapai ribuan. Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 78/2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak – peraturan turunan dari Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35/2014 – pada bulan Agustus 2021 untuk melindungi dan memberikan layanan kepada  anak-anak yang dalam kategori keselamatan dan kehidupannya berada di bawah ancaman, termasuk korban perdagangan anak. Pemerintah tidak melaporkan jumlah korban perdagangan anak yang menerima layanan perlindungan melalui peraturan ini. Pemerintah tidak melaporkan jumlah warga negara asing korban perdagangan orang yang teridentifikasi atau terlayani pada tahun 2021, jika ada.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu)  terus mengidentifikasi warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban-korban perdagangan manusia yang tereksploitasi di luar negeri. Kemlu memiliki portal daring dan aplikasi telepon seluler yang tersedia melalui kedutaan-kedutaan besarnya agar setiap individu dapat melaporkan eksploitasi dan mengakses layanan-layanan ini. Beberapa perwakilan konsular Indonesia di luar negeri memiliki atase tenaga kerja yang dapat mengidentifikasi dan merujuk WNI korban perdagangan untuk menerima layanan, termasuk ke penampungan sementara yang dikelola oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat. Pada tahun 2021, Kemlu memberikan layanan perlindungan dan menangani korban-korban dari 391 kasus WNI korban perdagangan orang yang dieksploitasi di luar negeri, serta menerima 256 pengaduan perdagangan orang melalui portal daringnya. Sebagai perbandingan, Kemlu menerima 383 pengaduan kasus pekerja migran pada tahun 2020, beberapa di antaranya kemungkinan korban TPPO. Pemerintah tidak melaporkan jumlah ABK  Indonesia yang dieksploitasi pada kapal penangkap ikan berbendera negara asing dan teridentifikasi atau menerima layanan sebagai korban perdagangan orang pada 2021. Dibandingkan periode pelaporan sebelumnya, pemerintah memulangkan 589 nelayan Indonesia yang mengadukan kondisi kerja di 98 kapal nelayan  berbendera RRC. Kemlu membiayai atau memfasilitasi repatriasi sebanyak 75.591 PMI pada 2021, termasuk korban perdagangan orang. Pemerintah tidak melaporkan jumlah anggaran yang dialokasikannya kepada Kemlu untuk kegiatan repatriasi, pemeliharaan rumah perlindungan WNI di luar negeri, penyediaan bantuan hukum, dan pelatihan bagi para pegawainya pada 2021. Pada tahun 2020, pemerintah mengalokasikan 43 miliar rupiah (3,03 juta dolar AS) untuk layanan-layanan tersebut.

Pemerintah terus mengoperasikan banyak rumah perlindungan dan balai rehabilitasi sosial untuk para korban kejahatan, termasuk perdagangan orang, tetapi pemerintah tidak melaporkan jumlah korban perdagangan yang menerima bantuan di salah satu fasilitas ini pada 2021. Pemerintah mengoordinasikan bantuan untuk korban kekerasan (termasuk korban perdagangan manusia) melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang tersebar di 34 provinsi dan sekitar 436 kabupaten/kota. Jenis layanan yang tersedia antara lain perawatan medis, bantuan hukum, dan reintegrasi; akan tetapi dalam praktiknya, layanan yang tersedia berbeda-beda tergantung pada kepemimpinan dan anggaran daerah. LPSK mengoperasikan 6 rumah perlindungan untuk korban dan saksi tindak kejahatan yang menghadapi ancaman atau intimidasi – termasuk korban perdagangan orang– tetapi penghuni rumah perlindungan ini tidak sepenuhnya bebas bergerak setelah ditempatkan di rumah perlindungan dan tidak dapat mencari pekerjaan karena alasan keamanan. Kemensos juga mengoperasikan 41 rumah perlindungan – yang didanai  dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) – dan tersedia untuk korban tindak kejahatan, termasuk perdagangan orang. Kemensos mengalokasikan 5 juta dolar AS untuk 3 rumah perlindungannya pada 2021, meningkat tajam dari 156.830 dolar AS yang dialokasikan untuk rumah perlindungan pada 2020. Berdasarkan SOP Kemensos tentang layanan korban, rumah perlindungan hanya dapat menerima dan melepaskan korban atas persetujuan lembaga pemerintah yang bersangkutan. Polisi memerintahkan korban untuk tinggal di rumah perlindungan pemerintah sampai penyidikan terkait selesai, tetapi terbatasnya anggaran pemerintah dan menurunnya kapasitas rumah perlindungan membuat para korban hanya dapat tinggal di rumah perlindungan selama rata-rata dua minggu.

Dalam beberapa kasus, begitu pemerintah membebaskan korban dari perawatan, pihak berwenang tidak melacak korban, termasuk untuk tujuan mengumpulkan kesaksian guna penuntutan pelaku perdagangan orang. Pemerintah mengandalkan organisasi internasional untuk tetap berkomunikasi dengan para korban dan memberikan bantuan lanjutan, jika diperlukan. Secara umum kurangnya perlindungan  dan layanan reintegratif yang memadai serta ditambah dengan rendahnya  kesadaran di kalangan pemimpin desa dan daerah memperbesar risiko korban terjerat TPPO kembali, terutama bagi ABK perikanan yang kembali ke komunitas mereka setelah mengalami kerja paksa di laut. Pemerintah tidak memberikan alternatif hukum untuk pemulangan korban asing ke negara tujuan dimana kemungkinan mereka akan menghadapi kesulitan atau hukuman. Pada 2021, pemerintah menyediakan tempat perawatan kesehatan, makanan, dan rumah perlindungan sementara – dengan didukung oleh organisasi internasional – kepada para pengungsi Rohingya, populasi yang sangat rentan terhadap perdagangan manusia.

Polri memperkirakan sebanyak 81 korban perdagangan berpartisipasi dalam proses penyidikan atau penuntutan TPPO pada 2021. Meskipun Peraturan Mahkamah Agung tahun 2017 menetapkan bahwa hakim dapat mengizinkan perempuan korban kejahatan untuk memberikan kesaksian melalui video selama proses hukum, namun pemerintah tidak melaporkan apakah Mahkamah Agung (MA) memberikan perlindungan ini kepada perempuan korban perdagangan orang pada 2021. LPSK memfasilitasi restitusi sebesar 283.073 dolar AS bagi 177 korban dan saksi TPPO pada tahun 2021, – sedikit berkurang dibanding restitusi yang difasilitasi pada 2020, tetapi tidak melaporkan jumlah – jika ada – yang dibayarkan kepada para korban. Pemerintah meningkatkan anggaran LPSK menjadi 5.563.380 dolar AS pada 2021 dari 4.011.673 dolar AS pada 2020.

PENCEGAHAN

Pemerintah senantiasa berupaya untuk mencegah TPPO.

Pemerintah memiliki Gugus Tugas PP TPPO tingkat nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KemenPPPA) dan diketuai oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk memimpin 21 kementerian/lembaga dalam melakukan upaya pemberantasan TPPO.

  • Pemerintah memberlakukan Peraturan Presiden No. 22/2021 pada April 2021 untuk menambah keanggotaan Gugus Tugas PP TPPO, merampingkan koordinasi antar anggota, dan menguraikan proses anggarannya.
  • Gugus Tugas PP TPPO bertemu satu kali pada 2021 dan terus mengembangkan –tetapi belum merampungkan- rancangan Rencana Aksi Nasional TPPO 2020-2024 yang terdampak pembatasan-pembatasan terkait pandemi sehingga harus mengurangi pertemuan tatap muka dan kegiatan pemerintah lainnya.
  • Gugus Tugas PP TPPO telah membentuk 32 gugus tugas tingkat provinsi, kecuali provinsi Papua dan Papua Barat, dan 242 gugus tugas tingkat kota dan kabupaten. Gugus Tugas PP TPPO masih mengalami kurang anggaran, kurang koordinasi secara internal maupun antara gugus tugas tingkat daerah dan nasional, dan kurang pemahaman anggota tentang perdagangan orang.
  • Gugus Tugas PP TPPO tingkat nasional -berkoordinasi dengan organisasi internasional- memberikan pelatihan pemberantasan TPPO kepada 292 pegawai yang bertugas di lebih dari 50 kantor pemerintah pusat dan provinsi serta LSM pada bulan Agustus 2021.
  • Pemerintah tidak melaporkan alokasi anggarannya ke kantor penanganan TPPO di KemenPPPA, tidak seperti periode pelaporan sebelumnya.

UU PPMI 2017 mengamanatkan pemerintah provinsi – alih-alih perusahaan swasta – mengawasi pengadaan pelatihan kejuruan bagi para pekerja migran sebelum keberangkatan dan proses penempatan pekerja.

  • Pada 2021, pemerintah mulai memberlakukan peraturan yang diterbitkan pada tahun 2020 tentang pembebasan biaya penempatan PMI.
  • Pengamat melaporkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya efektif melindungi PMI dari pengeluaran biaya yang lebih tinggi daripada biaya rekrutmen yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, bahkan masih banyak PMI yang harus mengirimkan upah tahun pertama mereka kepada perekrut atau pemberi kerja untuk melunasi biaya awal perekrutan dan penempatan. Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan orang untuk memaksa korban tetap bekerja.
  • Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 10/2020 tentang Tata Cara Penempatan PMI mensyaratkan pekerja pria dan perempuan yang telah menikah untuk mendapatkan izin dari pasangan mereka sebelum bekerja di luar negeri. Persyaratan ini meningkatkan peluang perempuan untuk bermigrasi melalui jalur-jalur  ilegal, yang menambah kerentanan mereka terhadap pelaku perdagangan manusia.
  • Pada 2021, Kemnaker menangguhkan sementara izin 11 agen perekrutan, tetapi tidak mencabut atau melaporkan apakah telah merujuk 11 perusahaan tersebut ke kepolisian untuk diadakan penyidikan TPPO. Walau penangguhan izin ini menunjukkan peningkatan dibandingkan 5 agen perekrutan pada tahun 2020, jumlah ini menurun drastis dibandingkan 111 izin yang dicabut pada 2020. Seperti pada periode pelaporan sebelumnya, alasan-alasan penangguhan izin ini antara lain ruangan akomodasi asrama yang sempit atau membahayakan, pemalsuan dokumen, praktik perekrutan dan penandatanganan kontrak yang bersifat memaksa atau menipu, perekrutan di bawah umur, biaya-biaya ilegal, dan pengiriman pekerja ke negara-negara Timur Tengah yang masih dalam pemberlakuan moratorium penempatan pekerja sektor domestik.
  • Pada November 2021, Gugus Tugas Perlindungan Pekerja Migran Kemnaker melakukan pertemuan koordinasi nasional untuk beberapa kementerian yang menekankan pentingnya meminta pertanggungjawaban agen penempatan pekerja migran atas kejahatan TPPO.

Pemerintah tetap melarang penempatan PMI di 21 negara Timur Tengah dan Afrika Utara, tetapi jumlah PMI yang menghindari larangan ini dengan memanfaatkan jasa perekrut ilegal mengalami peningkatan.

  • PBB, organisasi-organisasi internasional lainnya, dan LSM-LSM terus memperdebatkan larangan migrasi yang akan meningkatkan kemungkinan pekerja bermigrasi secara ilegal sehingga meningkatkan risiko kerentanan mereka terhadap perdagangan orang.
  • Pemerintah menyita paspor milik WNI yang dipulangkan dengan bantuan pemerintah apabila mereka melanggar larangan penempatan di luar negeri dan ini meningkatkan migrasi melalui saluran-saluran  tidak aman. Pemerintah memiliki MOU dengan 9 negara di wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah untuk perekrutan, penempatan, dan perlindungan PMI.
  • Pemerintah terus menegosiasikan MOU dengan Pemerintah Brunei Darussalam dan menyelesaikan MoU dengan Pemerintah Malaysia tentang perlindungan pekerja migran pada April 2022. Namun demikian, tidak ada mekanisme dimana Kemnaker dapat menjamin kepatuhan terhadap perlindungan yang ditentukan dalam MOU itu sehingga pelanggaran terhadap pekerja migran, termasuk kerja paksa, tetap terjadi..

Pemerintah tidak secara efektif menerapkan regulasi-regulasi di sektor perikanan sehingga praktik kerja paksa terus berlangsung.

  • Selama tiga tahun berturut-turut, presiden belum menandatangani peraturan pelaksana yang diperlukan untuk memperkuat peran dan tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kementerian lainnya, sehingga menghambat upaya koordinasi untuk secara efektif mengawasi perekrutan dan praktik tenaga kerja di sektor perikanan.
  • Kelompok-kelompok masyarakat madani mencatat banyak ABK perikanan Indonesia dan migran tidak mengetahui hak dan tanggung jawab mereka dan tidak disiapkan untuk bekerja karena tidak adanya orientasi dan pelatihan terstandarisasi yang ditanggung oleh pemberi kerja sebelum keberangkatan dan setelah kedatangan.
  • Pemerintah terus menerapkan larangan – yang disahkan pada 2020 – bagi ABK perikanan Indonesia untuk bekerja di kapal-kapal berbendera RRC, kapal yang dioperasikan oleh perusahaan milik RRC, dan kapal-kapal berbendera Korea Selatan dan Taiwan yang beroperasi di luar Zona Ekonomi Eksklusif.
  • Pemerintah mengoperasikan dua Fishers Center–yang didirikan pada 2020 – untuk menangani pengaduan-pengaduan dari ABK perikanan; namun berbeda dari periode pelaporan sebelumnya mereka tidak melaporkan jumlah pengaduan eksploitasi tenaga kerja yang diterima pada 2021.
  • Pada 2021, Kemlu mendirikan Indonesia Seafarers Corner(ISC) di Kaohsiung, Taiwan, untuk menyediakan layanan perlindungan dan repatriasi bagi ABK perikanan Indonesia, tetapi pemerintah tidak melaporkan apakah mereka mengidentifikasi atau memberikan layanan kepada korban perdagangan orang di ISC.

Beberapa kementerian dan lembaga, termasuk KemenPPPA, Kemensos, dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesian (BP2MI) mengoperasikan sejumlah hotline untuk menampung berbagai masalahinklusif, tetapi tidak terbatas pada perdagangan orang.

  • Pada 2021, sistem pengaduan BP2MI menerima 1.702 pengaduan dari para pekerja-pekerja yang ditempatkan di luar negeri, 59 diantaranya terkait kasus perdagangan orang -jumlah ini sedikit menurun dari 89 dari 1.812 pengaduan  kasus PMI pada 2020. Dari 59 kasus, BP2MI mengadukan sejumlah kasus terkait izin perekrutan kepada polisi, tetapi tidak melaporkan apakah polisi mengambil tindakan atas pengaduan ini.
  • LPSK memiliki hotlinedan aplikasi telepon seluler yang memuat informasi untuk pengajuan pengaduan dan layanan perlindungan yang tersedia bagi korban kejahatan; namun mereka tidak melaporkan jumlah korban perdagangan yang teridentifikasi melalui mekanisme ini.

Pemerintah terus mengadakan acara-acara untuk meningkatkan kesadaran publik tentang perdagangan orang, termasuk dengan mengadakan kegiatan peningkatan kesadaran yang menyoroti prosedur migrasi yang legal untuk tujuan bekerja dan peningkatan kesadaran hak-hak pekerja migran.

  • Pejabat-pejabat pemerintah daerah di Kabupaten Nunakan dan Provinsi Aceh mengadakan kampanye-kampanye kesadaran TPPO pada 2021.
  • Kemlu memberikan pelatihan TPPO bagi 111 diplomati yang bertugas di luar negeri.
  • Untuk mengurangi kerentanan terhadap perdagangan anak dan kerja paksa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI mendirikan 96 Community Learning Center(CLC) dan mengerahkan 703 orang guru untuk mendidik anak-anak PMI di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Sarawak dan Sabah, Malaysia.

Pemerintah tidak berupaya mengurangi permintaan seks komersial, tetapi terus berupaya mengurangi permintaan wisata seks anak dengan berkoordinasi dengan pemerintah asing untuk mencekal masuk pelaku kejahatan seks anak.

Pada Juni 2021, Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menerbitkan Peraturan Bupati No. 38/2021 untuk mencegah orang asing mengeksploitasi perempuan Indonesia dalam “kawin kontrak” untuk tujuan seks komersial, termasuk kasus perdagangan seks dan tenaga kerja paksa. Namun belum ada laporan apakah mereka menghukum pelaku perdagangan orang atau mengidentifikasi korban perdagangan seks melalui peraturan ini.

PROFIL PERDAGANGAN ORANG:

Seperti yang dilaporkan selama 5 tahun terakhir, pelaku perdagangan orang mengeksploitasi korban WNI dan WNA di Indonesia serta korban WNI yang berada di luar negeri. Setiap provinsi (34 provinsi) di Indonesia merupakan daerah asal dan tujuan perdagangan orang.

Pemerintah memperkirakan lebih dari 2 juta dari 6-8 juta PMI yang bekerja di luar negeri – sebagian besar adalah perempuan yang bekerja di sektor domestik – tidak memiliki dokumen atau tinggal melebihi batas waktu yang tercantum pada visa sehingga meningkatkan risiko mereka terhadap perdagangan orang.

Pada 2020, hampir 200.000 PMI kembali ke Indonesia akibat pandemi.

Pelaku perdagangan tenaga kerja mengeksploitasi banyak warga negara Indonesia melalui kekerasaan dan paksaan dengan jerat  utang di Asia (khususnya RRC, Korea Selatan, dan Singapura) dan Timur Tengah (khususnya Arab Saudi), terutama dalam pekerjaan rumah tangga, pabrik, konstruksi, manufaktur, dan perkebunan kelapa sawit di Malaysia, serta di kapal-kapal penangkap ikan di seluruh Samudera Hindia dan Pasifik.

Hong Kong, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah menerima banyak pekerja rumah tangga asal Indonesia yang tidak dilindungi undang-undang ketenagakerjaan negara setempat dan sering mengalami berbagi indikator TPPO, termasuk jam kerja yang panjang, ketiadaan kontrak resmi, dan upah yang tidak dibayarkan. Pekerja-pekerja ini banyak berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur.

LSM memperkirakan bahwa agen dan sub-agen perekrutan tenaga kerja yang tidak bermoral ini bertanggung jawab atas lebih dari setengah kasus perdagangan manusia yang menimpa perempuan Indonesia di luar negeri. Pekerja yang ingin bermigrasi ke luar negeri seringkali dijerat utang oleh agen perekrutan Indonesia dan luar negeri untuk memaksa dan mempertahankan agar tidak meninggalkan pekerjaan mereka. Selain itu, beberapa perusahaan menahan dokumen identitas dan mengancam dengan kekerasan agar PMI tetap dalam situasi kerja paksa. Pelaku perdagangan seks mengeksploitasi perempuan dewasa dan perempuan muda Indonesia, terutama di Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah.

Pada tahun-tahun sebelumnya, ada laporan bahwa sejumlah universitas “pencari laba” di Taiwan secara agresif merekrut orang Indonesia dan kemudian menempatkan mereka ke dalam kondisi kerja yang mengeksploitasi  dengan iming-iming peluang meraih pendidikan.

Di Indonesia, pelaku perdagangan tenaga kerja mengeksploitasi orang dewasa dan anak-anak di sektor  penangkapan ikan, pengolahan ikan, konstruksi, perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya, pertambangan, dan manufaktur.

Beberapa sumber melaporkan pada 2021 bahwa sebuah perusahaan pertambangan nikel yang berafiliasi dengan proyek terkait  prakarsa pemerintah China   Belt and Road Initative diduga merekrut para pekerja asal RRC melalui kontraktor tenaga kerja berbasis RRC yang tidak berizin dan menjebak mereka ke dalam situasi kerja paksa melalui penyitaan paspor, pemotongan dan penahanan upah, pemaksaan lembur, dan pemukulan fisik.

Pelaku perdagangan mengeksploitasi perempuan dewasa dan muda dalam kerja paksa di sektor domestik. Pelaku juga dapat menjerumuskan anak-anak melakukan tindak kriminal terkait produksi, penjualan, dan pengangkutan obat-obatan terlarang. Regulasi pemerintah memberi peluang kepada pemberi kerja pada sektor-sektor tertentu, termasuk usaha kecil dan menengah serta industri padat karya seperti manufaktur tekstil, terbebas dari persyaratan upah minimum sehingga menambah risiko pekerja pada sektor-sektor ini untuk menerima paksaan berbasis jeratan utang.

Lebih dari 1,5 juta anak Indonesia usia 10-17 tahun bekerja di bidang pertanian, termasuk di perkebunan tembakau, tanpa perlengkapan untuk melindungi mereka dari sinar matahari dan bahan kimia.  Bekerja tanpa perlengkapan pelindung yang tepat dapat menjadi indikator kerja paksa.

Beberapa LSM melaporkan bahwa di kota Bima, Pulau Sumbawa, terdapat beberapa pembalap kuda profesional menggunakan joki anak yang mungkin melakukan pekerjaan itu karena dipaksa. Praktik pernikahan dini memaksa banyak anak – terutama di daerah terpencil yang miskin – bekerja sebagai tulang punggung keluarga mereka yang mendorong tingginya angka migrasi pekerja anak melalui jalur-jalur yang dikenal dengan praktik penipuan perekrutan, jeratan utang, dan indikator tenaga kerja paksa lainnya.

Menurut sebuah organisasi internasional, anak perempuan yang mejadi korban perdagangan seks  di Indonesia mencapai 30 persen.

  • Pelaku perdagangan seks sering menggunakan jerat utang atau tawaran pekerjaan di restoran, pabrik, atau sebagai asisten rumah tangga untuk memaksa dan menipu perempuan dewasa dan muda agar terjebak ke dalam eksploitasi seks komersial di seluruh Indonesia, terutama di Batam dan Jakarta.
  • Pelaku perdagangan seks menggunakan spa, hotel, bar, perusahaan karaoke, dan bisnis lainnya untuk memfasilitasi perdagangan seks.
  • Pelaku perdagangan orang juga mengeksploitasi perempuan dewasa dan muda dalam perdagangan seks di dekat l area pertambangan di provinsi Maluku, Papua, dan Jambi.
  • Sejak awal pandemi, para pelaku perdagangan semakin sering menggunakan platform daring dan media sosial untuk merekrut korban, terutama anak-anak, untuk tujuan eksploitasi seks komersial.
  • Wisata seks anak-anak banyak ditemukan di Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura.
  • Bali adalah tujuan bagi orang Indonesia dan wisatawan asing untuk wisata seks anak.
  • Turis asal Timur Tengah datang ke Indonesia, khususnya daerah Puncak di Bogor, dan membayar lebih dari 700 dolar AS untuk “kawin kontrak” yang biasanya berdurasi maksimal satu minggu sehingga mereka dapat berhubungan seks di luar nikah tanpa melanggar hukum Islam.
  • Gadis-gadis berusia sekitar 9 tahun dan perempuan dewasa yang “dinikahi” para wisatawan ini adalah korban perdagangan seks. Meskipun ini berhubungan dengan agama, pemerintah secara tidak langsung memakluminya.
  • Perempuan-perempuan Indonesia direkrut ke luar negeri untuk pekerjaan yang seolah-olah resmi dan dieksploitasi dalam perdagangan seks di luar negeri, termasuk Timor Leste.

Warga  Indonesia, termasuk anak-anak, yang rumah atau mata pencahariannya hancur akibat bencana alam pada 2020 rentan terhadap perdagangan orang.

Terdapat 4 juta anak yang dianggap pemerintah “terlantar” dan sekitar 16.000 anaktunawisma yang tinggal di lingkungan perkotaan juga rentan perdagangan orang.

Kegagalan pemerintah untuk mencegah perusahaan-perusahaan merambah tanah masyarakat adat yang terkadang berkolusi dengan militer dan polisi setempat turut berkontribusi pada terusirnya masyarakat yang juga membuat sebagian kelompok etnis minoritas rentan perdagangan orang.

 Korupsi endemik di kalangan aparat pemerintah memfasilitasi praktik-praktik yang berkontribusi pada kerentanan perdagangan orang dalam industri perjalanan, perhotelan, dan perekrutan tenaga kerja.

Stigma sosial yang meluas dan diskriminasi terhadap anggota komunitas LGBTQI+ Indonesia dan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) memperumit mereka memperoleh pekerjaan di sektor formal dan meningkatkan risiko perdagangan orang karena terpaksa memilih pekerjaan di sektor informal yang tidak menjamin keselamatan mereka.

Awak senior kapal penangkap ikan milik dan/atau berbendera RRC, Korea, Vanuatu, Taiwan, Thailand, Malaysia, Italia, dan Filipina yang beroperasi di perairan Indonesia, Thailand, Sri Lanka, Mauritius, dan India menjadikan ABK perikanan Indonesia sebagai tenaga kerja paksa.

  • Pada 2020, beberapa korban tenaga kerja paksa Indonesia di atas kapal-kapal penangkap ikan berbendera RRC mengirim permohonan bantuan  melalui  media sosial, menceritakan praktik eksploitasi yang terus-menerus berupa kekerasan fisik dan penolakan awak-awak kapal untuk memberi makan pekerja sebelum mereka menyelesaikan giliran kerja 20 jam sehari.
  • Pihak berwenang menyelamatkan 157 ABK Indonesia dari kapal-kapal tersebut -dengan indikator kuat kerja paksa_ dan mengonfirmasikan bahwa 12 pekerja Indonesia telah meninggal di kapal-kapal itu antara November 2019 dan Agustus 2020.
  • Beberapa korban perdagangan melaporkan bahwa kapal-kapal berbendera RRC pada awalnya merekrut mereka dengan iming-iming kerja upah tinggi di kapal-kapal berbendera Korea.
  • Pelaku perdagangan merekrut banyak korban kerja paksa dari Jawa -dengan target petani miskin-  dengan janji upah tinggi dan kondisi kerja yang baik, menyediakan dokumen perjalanan ilegal, dan membujuk pekerja menandatangani kontrak yang begitu sulit dilanggar sehingga para ahli menyebutnya sebagai “kontrak perbudakan”.
  • Beberapa kapal berbendera RRC, Korea, dan Taiwan memaksa pekerja Indonesia untuk tetap berada di kapal dan bekerja hingga kontrak mereka habis sampai perusahaan mendapatkan pekerja pengganti.
  • Beberapa pelaku perdagangan berjanji untuk mengirim langsung upah pekerja ke keluarga mereka, tetapi setelah beberapa bulan di laut, banyak pekerja menemukan bahwa upah mereka belum dibayarkan oleh pelaku.

Puluhan agen perekrutan di Myanmar, Indonesia, dan Thailand membujuk ABK perikanan dengan janji upah tinggi, memungut biaya dan jaminan untuk menyiapkan identitas dan dokumen izin kerja palsu, lalu kemudian mengirim mereka ke perairan untuk menangkap ikan berjam-jam di kapal-kapal yang beroperasi di bawah pengaturan bendera multinasional dan kepemilikan yang kompleks. Beberapa ABK perikanan tidak mengetahui bahwa agen perekrutan mereka terus menahan atau menarik dana dari gaji mereka selama bertahun-tahun.

ABK di atas kapal-kapal ini telah melaporkan upah yang rendah atau tidak dibayar dan taktik pemaksaan seperti

  1. Kontrak yang tidak sesuai,
  2. Penahanan dokumen,
  3. Larangan berkomunikasi,
  4. Kondisi kehidupan dan kerja yang buruk,
  5. Ancaman kekerasan fisik, dan
  6. Pelecehan fisik dan seksual yang berat.

Kapten dan awak kapal melarang ABK meninggalkan kapal atau melaporkan pelanggaran ini dengan cara mengancam untuk membongkar identitas palsu mereka kepada pihak berwenang, mencekal mereka dari pekerjaan di penangkapan ikan di masa mendatang, dan pada tahun-tahun sebelumnya dengan memasukan mereka ke penjara-penjara sementara di darat.

Terpaksa untuk berlayar lebih jauh akibat persediaan ikan yang menipis, sebagian awak terus berada di laut selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tanpa kembali ke daratan dan membuat mereka makin tak terdeteksi dan melanggengkankan tindakan penganiayaan oleh awak senior yang tidak tersentuh hukum.

Sebagian besar ABK perikanan Indonesia bekerja di kapal-kapal armada Perairan Jarak Jauh milik Taiwan yang kondisinya berbahaya dan banyak ABK yang juga bekerja di kapal-kapal armada perairan jauh milik  Korea Selatan.

Di perairan Indonesia dan di tempat lainnya, beberapa awak kapal senior memaksa ABK untuk terlibat dalam penangkapan ikan ilegal, perburuan, penyelundupan, dan masuk secara ilegal ke wilayah negara lain, yang membuat mereka rentan dikriminalisasi.

WNI yang ikut serta dalam “Technical Intern Training Program” milik pemerintah Jepang juga rentan terhadap kerja paksa.

Add Your Comment (Get a Gravatar)

Get a Gravatar! Your Name

*

Your email address will not be published. Required fields are marked *.